Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan menelusuri harta yang tidak dilaporkan selama program tax amnesty. Untuk itu, Ditjen Pajak menggelar pelatihan asset tracing bagi para pejabat bidang pemeriksaan dari seluruh Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjanji membuat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) lebih bersih, di antaranya dengan mengejar setoran wajib Pajak tanpa memiliki data yang lengkap dan jelas.
Hal itu, menurutnya, sering terjadi ketika akhir tahun, saat penerimaan negara ternyata di bawah target.
Ada yang menempuh cara dengan mendatangi wajib pajak, kemudian meminta setoran pajak lebih awal atau sering disebut dengan strategi ijon.
"Tetiba karena setorannya kurang Rp 200 triliun, kejar-kejar (wajib pajak). Ngaco," tegas Sri Mulyani di Hotel Hilton, Bali, Kamis (8/12).
Data yang disampaikan oleh Ditjen Pajak harus memiliki tolak ukur yang jelas. Misalnya terhadap perusahaan X, maka harus disampaikan jumlah pajak yang harus dibayarkan berikut dengan indikatornya. "Kita akan lakukan secara baik, bukan angka dari langit," ujarnya.
Munculnya "praktik ijon" ini memang tidak lepas dari sisi perencanaan anggaran.
Target yang tidak relevan terhadap kondisi ekonomi akan membuat munculnya praktik lain yang bisa mengganggu dunia usaha.
"Saya akan tetap membersihkan Ditjen Pajak dari praktik-praktik itu, ijon karena itu bagian yang bisa merusak kepercayaan," jelas Sri Mulyani.
Untuk periode tahun ini, Sri Mulyani menuturkan, bila petugas pajak melakukan upaya penagihan pajak, maka itu adalah berdasarkan potensi.
Kewajiban setoran yang akan disampaikan dipastikan berasal dari data yang benar.
"Jadi kalau ada masyarakat yang merasakan kita banyak melakukan enforcement, itu bukan karena ijon, tapi karena kita lihat potensi kewajiban pembayaran mereka yang banyak," pungkasnya.
Telusuri Aset
Sementara Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan menelusuri harta yang tidak dilaporkan selama program tax amnesty.
Untuk itu, Ditjen Pajak menggelar pelatihan asset tracing bagi para pejabat bidang pemeriksaan dari seluruh Indonesia.
Pelatihan ini diselenggarakan di Kantor Pusat Ditjen Pajak dan menghadirkan satu narasumber Direktur Intelijen Perpajakan serta dua narasumber dari luar Ditjen Pajak yaitu perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi dan dari pihak konsultan.
Dalam paparannya, Direktur Intelijen Perpajakan menjelaskan teknik dan metode yang dapat digunakan untuk menelusuri aset dengan menggunakan data yang dimiliki Ditjen Pajak sekaligus memberikan beberapa contoh kasus penelusuran aset yang pernah dilakukan Ditjen Pajak.
Sedangkan kedua narasumber eksternal menjelaskan metode dan teknis penelusuran aset untuk harta tidak bergerak dan harta dalam bentuk asset di perbankan beserta mode yang digunakan wajib pajak untuk menyembunyikan asset serta cara untuk mengatasinya.
"Sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, apabila Ditjen Pajak menemukan harta yang tidak diungkapkan maka pada saat ditemukan harta tersebut dianggap sebagai penghasilan dan dikenakan pajak dengan tarif hingga 30% beserta sanksi hingga denda 200% bagi yang sudah ikut amnesti pajak tapi tidak melaporkan keadaan yang sebenarnya," sebut keterangan tertulis Ditjen Pajak.
Saat ini, program tax amnesty telah memasuki bulan terakhir di periode kedua yang akan berakhir pada 31 Desember 2016. Periode ketiga, yaitu periode terakhir, akan berlaku sejak 1 Januari hingga 31 Maret 2017.
Oleh karena itu Ditjen Pajak mengimbau seluruh wajib pajak untuk segera melaporkan dengan benar seluruh harta yang diperoleh dari penghasilan yang belum dikenakan pajak melalui program tax amnesty.
Sehingga, seluruh catatan perpajakan dari tahun 2015 dan sebelumnya dapat diselesaikan serta tidak mengambil risiko dikenakan sanksi apabila Ditjen Pajak menemukan aset yang tidak dilaporkan dengan benar.
0 komentar
Posting Komentar